Bimbingan dan konseling dapat
diterapkan di berbagai jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak
hingga perguruan tinggi. Dilihat dari sejarahnya, bimbingan dan
konseling mulai dilaksanakan secara resmi dalam sistem pendidikan di
Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1975. Di dalam Kurikulum 1975
tersebut bimbingan ditempatkan sebagai salah satu komponen dalam sistem
pendidikan yang secara khusus menangani bidang pembinaan pribadi peserta
didik. Secara keseluruhan, sistem pendidikan tersebut meliputi bidang
adminsitrasi dan supervisi, bidang pembelajaran, dan bidang pembinaan
pribadi peserta didik. Dapat dikatakan, bimbingan merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketiga komponen
pendidikan tersebut secara bersama-sama bekerja untuk mendorong
terjadinya perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik.
Kurikulum 1975 menjadi tonggak sejarah bagi dilaksanakannya bimbingan di
sekolah, mulai dari dari jenjang TK/SD sampai SMA/SMK (Munandir, 1996).
Dalam perkembangan selanjutnya,
pelaksanaan bimbingan di sekolah dasar di atur melalui Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 1990 yang menegaskan bahwa bimbingan dan
konseling di Pendidikan Dasar dilaksanakan oleh pembimbing. Lebih
lanjut pada PP No. 28 tahun 1990 Bab X pasal 25 ayat (1) menyatakan
bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa
depan. Diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun
2006 semakin memperkokoh kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah,
mulai dari jenjang SD/MI hingga SMA/SMK. Sebab, di dalam KTSP tersebut
masih menegaskan keberadaan bimbingan dan konseling dan perlu adanya
layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar untuk mendorong
perkembangan pribadi peserta didik.
Kebutuhan akan layanan bimbingan di
sekolah dasar bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan siswa,
temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata, 1992; Sutaryat Trisnamansyah dkk,
1992) menunjukkan bahwa masalah-masalah perkembangan siswa sekolah dasar
menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi dan sosial.
Masalah-masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan layanan
bimbingan di sekolah dasar.
Sisi lain yang memunculkan layanan
kebutuhan akan layanan bimbingan sekolah dasar ialah rentang keragaman
individual siswa yang amat lebar. Tentang keragaman siswa sekolah dasar
bergerak dari siswa yang sangat pandai sampai dengan yang sangat kurang,
dari siswa yang sangat mudah menyesuaikan diri terhadap program sampai
dengan siswa yang sulit menyesuaikan diri, dari siswa yang tidak
bermasalah sampai dengan siswa yang sarat akan masalah.
Menurut Depdiknas (2008) konselor dapat
berperan serta secara produktif dijenjang sekolah dasar dengan
memposisikan diri sebagai konselor kunjung yang membantu guru sekolah
dasar mengatasi perilaku siswa yang menggangu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavior consultation. Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 atau 3 konselor untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling di sekolah dasar
adalah suatu bentuk penerapan bimbingan dan konseling di sekolah dasar
atau bimbingan dan konseling untuk anak-anak usia sekolah dasar. Karena
karakteristik perkembangan peserta didik di jenjang pendidikan TK hingga
PT berbeda, maka sesuai dengan prinsip-prinsip dasar bimbingan,
penerapan bimbingan dan konseling di sekolah dasar perlu memperhatikan
karakteristik perkembangan pada anak usia sekolah dasar, yakni anak usia
antara enam hingga duabelas tahun. Pelaksanaan bimbingan di sekolah
dasar mulai diatur secara formal melalui PP No. 28 tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar. PP tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang
Nomor 26 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam PP
tersebut disebutkan secara ekpslisit tentang adanya pelayanan bimbingan
dan konseling. Disebutkan bahwa pelayanan bimbingan merupakan bagian
dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar dan pelayanan itu
diberikan oleh tenaga pendidik yang kompeten. Dalam pasal 25 disebutkan
bahwa bimbingan di sekolah dasar merupakan bantuan yang diberikan
kepada siswa (peserta didik) dalam rangka menemukan pribadi, mengenal
lingkungan, dan merencanakan masa depan.
Pada perkembangan selanjutnya, bimbingan
dan konseling di sekolah dasar tampaknya lebih menekankan pada
bimbingan belajar dan karir. Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar 1994/1995,
dikemukakan bahwa perencanaan program bimbingan belajar dan bimbingan
karir ditekankan pada upaya bimbingan belajar tentang cara belajar,
memahami dunia kerja dan mengembangkan kemampuan untuk membuat
perencanaan serta kemampuan untuk mengambil keputusan. Perencanaan
bimbingan ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki
pendidikan lanjutan (pendidikan menangah) atau memasuki lapangan kerja.
Perlu juga direncanakan bimbingan untuk siswa yang mengikuti program
perbaikan untuk mencapai kemampuan minimum yang dituntut oleh kurikulum
dan program pengajaran tambahan. Pelayanan bimbingan juga mecakup
bimbingan untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa.
Seluruh kegiatan bimbingan tersebut perlu memanfaatkan sumber-sumber
yang ada di masyarakat (Winkel & Hastuti, 2004).
Meskipun bimbingan dan konseling di
sekolah dasar secara eksplisit telah ditekankan untuk dilaksanakan di
sekolah dasar sejak berlakunya PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan
dasar, dalam prakteknya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
dasar masih mengalami banyak hambatan. Salah satu hambatan itu adalah
belum diangkatnya tenaga khusus bimbingan (konselor) di sekolah dasar
oleh pemerintah. Selama ini bimbingan dilakukan oleh guru yang
berkompeten dalam arti dapat menyelenggarakan program-program bimbingan
dan konseling. Tentu saja ini dapat menyalahi kode etik profesi karena
bimbingan seharusnya dilakukan oleh tenaga khusus yang terlatih dalam
bidang bimbingan dan konseling agar dapat menjamin keefektifannya di
samping menghindari mal praktek. Di samping itu, para guru itu sendiri
telah banyak dibebani oleh tugas-tugas mengajar sehingga di samping
mereka kurang memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan
tugas-tugas bimbingan juga tidak punya waktu yang mencukupi untuk
melaksanakannya. Pelayanan bimbingan dan konseling untuk peserta didik
di jenjang sekolah dasar masih dalam taraf perkembangan, lebih-lebih
untuk pelayanan bimbingan karir.
Terdapat tiga pandangan dasar tentang
bimbingan dan konseling di sekolah dasar, yaitu: (1) bimbingan terbatas
pada pengajaran yang baik (instructional guidance); (2)
bimbingan hanya diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan
gejala-gejala yang menyimpang dari laju perkembangan normal; dan (3)
bimbingan disediakan/diberikan untuk semua peserta didik agar proses
perkembangan berjalan lancar (Winkel & Hastuti, 2004). Pandangan
yang terakhir telah diakui sebagai pandangan yang paling tepat meskipun
suatu unsur pelayanan bimbingan yang mengacu pada pandangan pertama dan
kedua tidak perlu diabaikan, misalnya dengan mengerahkan seorang tenaga
profesional di bidang psikologi anak.
Pada saat ini tampaknya
banyak pihak setuju jika bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan di
sekolah mulai dari jenjang pendidikan pra sekolah (TK) hingga PT. Sebab,
fakta empiris telah menyatakan bahwa dalam proses perkembangan dari
usia dini hingga dewasa, banyak anak yang mengalami hambatan-hambatan
dan membutuhkan bantuan dari seorang profesional. Seperti dikemukakan
oleh Steinberg (2002), meskipun sebagian besar anak dapat melalui
fase-fase perkembangan dengan berhasil dan menjadi orang dewasa yang
sehat, tak sedikit di antara mereka yang mengalami berbagai hambatan
perkembangan dan memperlihatkan berbagai bentuk gangguan psikososial.
Sekolah dasar juga dikatakan sebagai suatu kekuatan sosialisasi yang
berdaya guna dalam perkembangan manusia (Gibson & Mitchell, 1995).
Dikatakan, dalam seluruh kehidupannya semua anggota masyarakat modern
pada hakekatnya membawa kesan penting dari pengalamannya di sekolah
dasar. Di sekolah dasar setiap anak diharapkan untuk menguasai kemampuan
dasar dan berbagai pengetahuan lainya di samping belajar untuk memenuhi
tututan sekolah dan masyarakat. Kegagalan untuk belajar menyebabkan
anak mengalami hambatan untuk mempelajari ketrampilan sosial dan
memperlihatkan berbagai gangguan perilaku.
Demikian pula, banyak pihak
setuju bahwa bimbingan dan konseling di sekolah dasar harus berbeda
dengan bimbingan di jenjang pendidikan lainnya. Pertanyaannya adalah,
apa yang berbeda? Pertanyaan ini perlu untuk dijawab sebab, setiap
perbedaan karakteristik harus diformulasikan dengan jelas. Jelasnya,
setiap jenjang pendidikan perlu memiliki identitas bimbingan dan
konseling tersendiri. Identitas ini mengimplikasikan adanya sifat unik
dari bimbingan dan konseling pada setiap jenjang pendidikan, bahkan
mungkin pada setiap tingkatan kelas.
Para konselor sekolah dasar,
seperti halnya konselor di SLTP membimbing siswa secara individual atau
melalui kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas enam hingga delapan
murid; memberikan konsultasi kepada guru, orang tua, dan kepala sekolah.
Mereka juga mengembangkan berbagai macam program layanan seperti
pengadministrasian tes, bekerjasama dengan para guru untuk memberikan
bimbingan karir, mengalihtangankan siswa-siswa yang membutuhkan bantuan
khusus, an melaksanakan kelompok-kelompok studi yang terdiri dari para
orang tua siswa. Banyak pendidik konselor yang terlibat dalam
mempersiapkan konselor-konselor sekolah dasar hanya lebih menekankan
beberapa fungsi khusus, tetapi program bimbingan di berbagai sekolah
menempatkan penekanan yang sama pada pelayanan yang mendukung konseling,
misalnya layanan pengumpulan data dan layanan informasi.