Selasa, 02 Juli 2013

Pendidikan BK pada Usia Dini


A.      Fungsi Bimbingan dan Konseling untuk Anak Usia Dini
1.            Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yaitu usaha bimbingan yang dilakukan guru atau pendamping untuk menghasilkan pemahaman yang menyeluruh tentang aspek-aspek sebagai berikut:
a. pemahaman diri anak didik terutama oleh orang tua dan guru,
b. hambatan atau masalah yang dihadapi anak,
c. lingkungan anak yang mencakup keluarga dan tempat belajar,
d. lingkungan yang lebih luas diluar rumah dan diluar tempat belajar,
e. cara-cara penyesuaian dan pengembangan diri.
2.            Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan tercegahnya anak dari berbagai permasalahan yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan.
3.            Fungsi perbaikan
Fungsi perbaikan adalah usaha bimbingan yang menghasilkan terpecahnya berbagai permasalahan yang dialami oleh anak didik.
4.            Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Yaitu usaha bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya dan berkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif anak didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD

Peran Guru Kelas dalam Kegiatan BK di SD 
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
  1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
  2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
  3.  Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
  4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
  5.   Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
  6.  Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
  7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
  8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
  9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

Yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu.
Program harian , merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) Bimbingan dan Konseling.
Disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi. Substansi program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.

 Fungsi Bimbingan dan Konseling di SD
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain

Landasan BK di SD

Bimbingan dan konseling dapat diterapkan di berbagai jenjang pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dilihat dari sejarahnya, bimbingan dan konseling mulai dilaksanakan secara resmi dalam sistem pendidikan di Indonesia sejak diberlakukannya Kurikulum 1975. Di dalam Kurikulum 1975 tersebut bimbingan ditempatkan sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan yang secara khusus menangani bidang pembinaan pribadi peserta didik. Secara keseluruhan, sistem pendidikan tersebut meliputi bidang adminsitrasi dan supervisi, bidang pembelajaran, dan bidang pembinaan pribadi peserta didik. Dapat dikatakan, bimbingan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Ketiga komponen pendidikan tersebut secara bersama-sama bekerja untuk mendorong terjadinya perkembangan yang optimal bagi setiap peserta didik. Kurikulum 1975 menjadi tonggak sejarah bagi dilaksanakannya bimbingan di sekolah, mulai dari dari jenjang TK/SD sampai SMA/SMK (Munandir, 1996).
Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan bimbingan di sekolah dasar di atur melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 1990 yang menegaskan bahwa bimbingan dan konseling di  Pendidikan Dasar   dilaksanakan oleh pembimbing. Lebih lanjut pada  PP No. 28 tahun 1990 Bab X pasal 25 ayat (1) menyatakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada tahun 2006 semakin memperkokoh kedudukan bimbingan dan konseling di sekolah, mulai dari jenjang SD/MI hingga SMA/SMK.  Sebab, di dalam KTSP tersebut masih menegaskan keberadaan bimbingan dan konseling dan perlu adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar untuk mendorong perkembangan pribadi peserta didik.
Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan siswa, temuan lapangan (Sunaryo Kartadinata, 1992; Sutaryat Trisnamansyah dkk, 1992) menunjukkan bahwa masalah-masalah perkembangan siswa sekolah dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi dan sosial. Masalah-masalah perkembangan ini memunculkan kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar.
Sisi lain yang memunculkan layanan kebutuhan akan layanan bimbingan sekolah dasar ialah rentang keragaman individual siswa yang amat lebar. Tentang keragaman siswa sekolah dasar bergerak dari siswa yang sangat pandai sampai dengan yang sangat kurang, dari siswa yang sangat mudah menyesuaikan diri terhadap program sampai dengan siswa yang sulit menyesuaikan diri, dari siswa yang tidak bermasalah sampai dengan siswa yang sarat akan masalah.
Menurut Depdiknas (2008) konselor dapat berperan serta secara produktif dijenjang sekolah dasar dengan memposisikan diri sebagai konselor kunjung yang membantu guru sekolah dasar mengatasi perilaku siswa yang menggangu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan direct behavior consultation. Setiap gugus sekolah dasar diangkat 2 atau 3 konselor untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling di sekolah dasar adalah suatu bentuk penerapan bimbingan dan konseling di sekolah dasar atau bimbingan dan konseling untuk anak-anak usia sekolah dasar. Karena karakteristik perkembangan peserta didik di jenjang pendidikan TK hingga PT berbeda,  maka sesuai dengan prinsip-prinsip dasar bimbingan, penerapan bimbingan dan konseling di sekolah dasar perlu memperhatikan karakteristik perkembangan pada anak usia sekolah dasar, yakni anak usia antara enam hingga duabelas tahun. Pelaksanaan bimbingan di sekolah dasar mulai diatur secara formal melalui PP No. 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar. PP tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 26 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam PP tersebut disebutkan secara ekpslisit tentang adanya pelayanan bimbingan dan konseling. Disebutkan bahwa pelayanan bimbingan merupakan bagian dari penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar dan pelayanan itu diberikan oleh tenaga pendidik yang kompeten. Dalam pasal 25 disebutkan  bahwa bimbingan di sekolah dasar merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa (peserta didik) dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.
Pada perkembangan selanjutnya, bimbingan dan konseling di sekolah dasar tampaknya lebih menekankan pada bimbingan belajar dan karir. Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar 1994/1995, dikemukakan bahwa perencanaan program bimbingan belajar dan bimbingan karir ditekankan pada upaya bimbingan belajar tentang cara belajar, memahami dunia kerja dan mengembangkan kemampuan untuk membuat perencanaan serta kemampuan untuk mengambil keputusan. Perencanaan bimbingan ditujukan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki pendidikan lanjutan (pendidikan menangah) atau memasuki lapangan kerja. Perlu juga direncanakan bimbingan untuk siswa yang mengikuti program perbaikan untuk mencapai kemampuan minimum yang dituntut oleh kurikulum dan program pengajaran tambahan. Pelayanan bimbingan juga mecakup bimbingan untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa. Seluruh kegiatan bimbingan tersebut perlu memanfaatkan sumber-sumber yang ada di masyarakat (Winkel & Hastuti, 2004).         
Meskipun bimbingan dan konseling di sekolah dasar secara eksplisit telah ditekankan untuk dilaksanakan di sekolah dasar sejak berlakunya PP nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan dasar, dalam prakteknya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar masih mengalami banyak hambatan. Salah satu hambatan itu adalah belum diangkatnya tenaga khusus bimbingan (konselor) di sekolah dasar oleh pemerintah. Selama ini bimbingan dilakukan oleh guru yang berkompeten dalam arti dapat menyelenggarakan program-program bimbingan dan konseling. Tentu saja ini dapat menyalahi kode etik profesi karena bimbingan seharusnya dilakukan oleh tenaga khusus yang terlatih dalam bidang bimbingan dan konseling agar dapat menjamin keefektifannya di samping menghindari mal praktek. Di samping itu, para guru itu sendiri telah banyak dibebani oleh tugas-tugas mengajar sehingga di samping mereka kurang memiliki kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas bimbingan juga tidak punya waktu yang mencukupi untuk melaksanakannya. Pelayanan bimbingan dan konseling untuk peserta didik di jenjang sekolah dasar masih dalam taraf perkembangan, lebih-lebih untuk pelayanan bimbingan karir.
Terdapat tiga pandangan dasar tentang bimbingan dan konseling di sekolah dasar, yaitu: (1) bimbingan terbatas pada pengajaran yang baik (instructional guidance); (2) bimbingan hanya diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari laju perkembangan normal; dan (3) bimbingan disediakan/diberikan untuk semua peserta didik agar proses perkembangan berjalan lancar (Winkel & Hastuti, 2004). Pandangan yang terakhir telah diakui sebagai pandangan yang paling tepat meskipun suatu unsur pelayanan bimbingan yang mengacu pada pandangan pertama dan kedua tidak perlu diabaikan, misalnya dengan mengerahkan seorang tenaga profesional di bidang psikologi anak. 
            Pada saat ini tampaknya banyak pihak setuju jika bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan di sekolah mulai dari jenjang pendidikan pra sekolah (TK) hingga PT. Sebab, fakta empiris telah menyatakan bahwa dalam proses perkembangan dari usia dini hingga dewasa, banyak anak yang mengalami hambatan-hambatan dan membutuhkan bantuan dari seorang profesional. Seperti dikemukakan oleh Steinberg (2002), meskipun sebagian besar anak dapat melalui fase-fase perkembangan dengan berhasil dan menjadi orang dewasa yang sehat, tak sedikit di antara mereka yang mengalami berbagai hambatan perkembangan dan memperlihatkan berbagai bentuk gangguan psikososial. Sekolah dasar juga dikatakan sebagai suatu kekuatan sosialisasi yang berdaya guna dalam perkembangan manusia (Gibson & Mitchell, 1995). Dikatakan, dalam seluruh kehidupannya semua anggota masyarakat modern pada hakekatnya membawa kesan penting dari pengalamannya di sekolah dasar. Di sekolah dasar setiap anak diharapkan untuk menguasai kemampuan dasar dan berbagai pengetahuan lainya di samping belajar untuk memenuhi tututan sekolah dan masyarakat. Kegagalan untuk belajar menyebabkan anak mengalami hambatan untuk mempelajari ketrampilan sosial dan memperlihatkan berbagai gangguan perilaku. 
            Demikian pula, banyak pihak setuju bahwa bimbingan dan konseling di sekolah dasar harus berbeda dengan bimbingan di jenjang pendidikan lainnya. Pertanyaannya adalah, apa yang berbeda? Pertanyaan ini perlu untuk dijawab sebab, setiap perbedaan karakteristik harus diformulasikan dengan jelas. Jelasnya, setiap jenjang pendidikan perlu memiliki identitas bimbingan dan konseling tersendiri. Identitas ini mengimplikasikan adanya sifat unik dari bimbingan dan konseling pada setiap jenjang pendidikan, bahkan mungkin pada setiap tingkatan kelas. 
            Para konselor sekolah dasar, seperti halnya konselor di SLTP membimbing siswa secara individual atau melalui kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas enam hingga delapan murid; memberikan konsultasi kepada guru, orang tua, dan kepala sekolah. Mereka juga mengembangkan berbagai macam program layanan seperti pengadministrasian tes, bekerjasama dengan para guru untuk memberikan bimbingan karir, mengalihtangankan siswa-siswa yang membutuhkan bantuan khusus, an melaksanakan kelompok-kelompok studi yang terdiri dari para orang tua siswa. Banyak pendidik konselor yang terlibat dalam mempersiapkan konselor-konselor sekolah dasar hanya lebih menekankan beberapa fungsi khusus, tetapi program bimbingan di berbagai sekolah menempatkan penekanan yang sama pada pelayanan yang mendukung konseling, misalnya layanan pengumpulan data dan layanan informasi.

Pendidikan Konseling di Sekolah Dasar

A. ANAK BERMASALAH

1. Pengertian Anak Bermasalah
Anak bermasalah adalah anak yang prilakunya atau tindakannya tidak diharapkan oleh guru, orangtua atau masyarakat dan tindakan tersebut cenderung merugikan dirinya dan orang lain.
Namun disini kita sebagai guru kelas anak dikatakan bermasalah jika memilki masalah yang lebih banyak atau lebih mendalam yang menjadikan ia menderita karenanya, untuk itu guru harus menolongnya.

2.. Teknik Membantu Anak Berprilaku Bermasalah
Kita sebagai calon guru untuk membantu anak bermasalah ada upaya yang dilakukan untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat:
a) Memanfaatkan pembelajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok sehingga setiap anak dapat aktif dalam kelas dan berinteraksi dengan aktif.
b) Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok didalam pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang dapat menyenangkan bagi siswa.
c) Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologi yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi perkembangan.

B. ANAK BERKESULITAN BELAJAR

1. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar
Yakni suatu kondisi tertentu yang menghambat proses belajar seorang anak . Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Anak berkesulitan belajar juga dapat didefinisikan adalah seorang anak mengalami tingkat kegagalan yang tinggi untuk mencapai tujuan belajar. Artinya siswa gagal dalam memenuhi target seperti pencapaian penguasaan materi atau memenuhi batas waktu yang telah ditentukan.

2. Bantuan Pada Anak Berkesulitan belajar? 
Menelaah bagian-bagian kesulitan untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Langkah ini dapat dilakukan
guru dengan menganalisis data melalui identifikasi kesulitan belajar siswa

maupun diagnostik kesulitan belajar.?

Berdasarkan hasil analisis, guru menentukan bidang kesulitan yang memerlukan bantuan. Bidang kesulitan yang tidak dapat ditangani atau terlalu sulit ditangani baik oleh guru maupun orangtua dapat bersumber dari kasus-kasus tuna grahita (lemah mental) seperti siswa yang mengalami kesulitan belajar ber IQ jauh di bawah normal, orangtua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita (sekolah luar biasa).